Selasa, 09 Juli 2013

LAPORAN PENDAHULUAN HEMORAGIC STROKE

I.   Konsep Dasar Medis
A.   Definisi
        Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak atau setidak – tidaknya secara cepat dengan gejala dan tanda – tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu. Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak.
Stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Hemoragic Stroke
2.      Non Hemoragic Stroke
        Stroke hemoragic merupakan stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Perdarahan didalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehingga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Perdarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak. Sedangkan non hemoragic stroke merupakan stroke yang menyebabkan iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat baru bangun tidur atau di pagi hari yang tidak terjadi perdarahan pada otak.
B.   Etiologi
Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah.

1.   Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menyebabkan oedema dan kongesti disekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur karena terjadi penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Beberapa dibawah ini yang dapat menimbulkan thrombosis :
·         Atherosklerosis. Keadaan mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
·         Hypercoagulasi pada polysitemia. Darah bertambah kental, peningakatan viskositas / hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
2.   Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik. Beberapa dibawah ini yang dapat menimbulkan emboli :
·         Katup – katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
·         Myokard infark
·         Fibrilasi
·         Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri meyebabkan terjadinya gumpalan – gumpalan pada endocardium.
3.   Haemoraghi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarahnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena hipertensi akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenki otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga  otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, dan oedema.
4.      Hypoksia umum
5.      Hypoksia setempat
C.   Patofisiologi
        Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri – arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang – cabangnya. Apabila aliran darah kejaringan otak terputus selama 15 – 20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi, dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungki terdapat sirkulasi kolateral yang memadai didaerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti ateroskelorosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok ayau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak.
D.   Manifestasi klinik
·      Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma)
·      Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
·      Kesulitan menelan
·      Kesulitan menulis atau membaca
·      Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun tidur, membungkuk, batuk, atau kadang – kadang terjadi secara tiba – tiba.
·      Kehilangan koordinasi dan keseimbangan.
·      Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh atau penurunan keterampilan motorik.
·      Mual dan muntah.
·      Kejang
·      Sensasi perubahan biasanya terjadi pada satu sisi tubuh seperti penurunan sensasi, baal, atau kesemutan.
·      Kelemahan pada satu sisi bagian tubuh.
E.      Komplikasi
·      TIK meningkat
·      Aspirasi
·      Kontraktur
·      Atelektasis
·      Disritmia jantung
·      Malnutrisi serta gagal napas
F.    Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologi
a.      CT – Scan : Terdapat hiperdens fokal, kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b.      MRI : Menunjukkan area yang mengalami hemoragik
c.       Angiografi : Mencari sumber perdarahan seperti aneurisme atau malformasi vaskuler.
d.      Pemeriksaan foto thoraks : Memperlihatkan keadaan jantung, apakah ada pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.

2.      Pemeriksaan laboratorium
a.      Fungsi lumbal : Pemeriksaan likuor  yang merah biasanya dijumpai perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari pertama.
b.      Pemeriksaan darah rutin : hemoglobin, hematokrit, WBC.
c.       Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur turun kembali.
d.      Pemeriksaan darah lengkap : mencari kelainan pada darah.
G.     Penalataksanaan / Pengobatan
a.      Lakukan penalataksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra – terapi dengan pemberian lidokain 1- 2 mg / kg / IV untuk menjaga adanya peningkatan TIK.
b.      Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25 – 30 mmHg
c.       Pertimbangkan pemberian manitol 1- 2 mg/ kg / IV.
d.      Pertimbangkan dexametason 100 – 200 mg / IV
e.       Pemantauan TIK secara non invasif.
f.        Dekompresi secara bedah berdasarkan pemeriksaan CT – Scan.
Terapi umum :
a.      Menstabilkan TTV
b.      Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung.
c.       Merawat kandung kemih dengan memasang kateter
d.      Menempatkan klien dengan posisi yang nyaman dengan mengubah posisi tiap 2 jam dan memberikan latihan gerakan pasif untuk mencegah kontraktur pada bahu, siku dan mata kaki).


Terapi khusus :
a.      Pentoxifilin
·      Sebagai anti agregasi untuk menghancurkan thrombus.
·      Meningkatkan deformalitas eritrosit
·      Memperbaiki sirkulasi intraserebral
b.      Neuroprotektan :
a.   Piracetam : menstabilkan membrane sel neuron (Neotropil), dengan meningkatkan sintesis glikogen.
Terapi medis :
a.      Neuroproteksi berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Berkerja dengan menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel – sel neuron.
b.      Antikoagulasi untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik.
c.       Trombolosis intravena
Untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasmonogen jaringan bentuk rekombinan.
d.      Trombolosis intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut.
II. Konsep Keperawatan
A.   Pengkajian
Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a.      Pengkajian awal
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, No RM, dan diagnosa medis.
b.      Pengkajian data dasar
1.      Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes mellitus. Klien mengalami stres dan kadang pernah mengalami stroke.
2.      Riwayat kesehatan sekarang
Terjadi secara mendadak dan adanya perubahan tingkat kesadaran. Di awali gangguan penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, lupa ingatan sementara dan kaku leher.
Klien mengeluh adanya perubahan mental emosi yang labil, mudah marah dan disorientasi. Gangguan berbicara, kesemutan, tangan terasa lemah dan tidak dapat di gerakkan.
3.      Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga ada yang menderita hipertensi, jantung atau diabetes mellitus.
Kelainan pembuluh darah, seperti artera vehol, malformasi, asma bronchial dan penyakit paru.
c.       Data fokus  :
1.      Keadaan umum : klien dalam keadaan lemah
2.      Tingkat kesadaran : samnolent
3.      Primary survey :
·           A (Airway)      : jalan napas tidak paten, ada sumbatan dijalan napas berupa lendir atau sekret
·           B (Breathing)  : klien sesak napas dengan frekuensi pernapasan 30 x / menit.
·           C (Circulation) : Nadi teraba sangat kuat dengan frekuensi nadi 102 x / menit.
·           D (Dissability) : tingkat kesadaran samnolent. GCS = E1 M3 V1 = 5.
4.      Secondary primer :
·           Kepala                         : Bentuk normochepal, rambut hitam, penyebaran merata, tidak mudah tercabut, tidak ada massa atau lesi. Terdapat nyeri pada kepala.
·           Wajah                         : Tidak ada edema
·           Mata                : Simetris, tidak ikterus, tidak anemia, pupil isokor.
·           Hidung            : Simetris, tidak ada lesi atau sekret.
·           Telinga             : Simetris, daun telinga bersih, tidak ada nyeri. Tidak          ada sekret.
·           Mulut              : mukosa bibir lembab, Tidak ada lesi / perdarahan.
·           Leher               : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
·           Dada                : Bentuk dada simetris, tidak ada pengunaan otot diafragma. Irama napas reguler. Bunyi napas ronchi.
·           Jantung           : Kesan murni terdengar bunyi lup dup (S1 dan S2)
·           Abdomen         : Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran abdomen. Tidak ada pembesaran hati dan lien.
·           Ektremitas : Ektremitas atas dan bawah tidak ada atrofi atau hipertrofi. Tidak ada udem. Refleks Biseps (+), Triseps (+), Patella (+), Achilles (+), Babinski (+), pada ektremitas atas terdapat flexi abnormal.
d.      Data fisik biologis
1.      Aktivitas / Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
Tanda : gangguan tonus otot (Flaksid, spastis), paralistik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan tingkat kesadaran menurun.
2.      Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung, riwayat hipotensi postural.
Tanda : hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG.
3.      Integritas Ego
Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : emosi yang stabil, ketidak siapan untuk marah, sedih, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4.      Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
5.      Makanan / cairan
Gejala : Nafsu makan hilang, mual, muntah, selama fase akut, kehilangan sensasi, disfagia, adanya riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Kesulitan menelan
6.      Neurosensori
Gejala : sinkope / pusing, sakit kepala karena perdarahan intraserebral, kelemahan, penglihatan kabur, kehilangan daya ingat.
Tanda : status mental kesadaran menurun, penurunan memory, gangguan pendengaran, kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat klien ingin menggerakkan (apraksia), ukuran pupil tidak sama dilatasi atau miosis pupil ipsilateral.
7.      Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda – beda (karena arteri karotis terkena)
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah.
8.      Pernapasan
Gejala : Sesak napas (riwayat perokok aktif)
Tanda : ketidak mampuan menelan, batuk, hambatan jalan napas, sulit bernapas.
9.      Keamanan
Tanda : Motorik / sensorik adalah masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh. Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kanan dan kiri, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenai objek. Warna kata, dan wajah yang pernah di kenalinya. Gangguan merespon terhadap suhu panas dan dingin
10. Interaksi sosial
Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
e.       Data psikologis
Dampak dari masalah terhadap psikologi klien seperti emosi, perasaan, konsep diri, daya pikir, kreatifitas. Klien mengalami hemiparesis kiri maupun hemiparesis kiri atau kanan serta mengalami gangguan fisik sehingga klien mampu memperlihatkan dampak dari masalah fisiknya terhadap psikologis seperti mudah tersinggung akibat ketidakmampuannya beraktivitas. Takut karena klein berada pada situasi yang mengancam dimana suatu waktu maut dapat menjemputnya. Cemas, terjadi sebagai respon dari rasa takut akan terjadinya kehilangan sesuatu yang bernilai bagi dirinya. Marah, karena perasaan jengkel, karena berkurangnya kemampuan klien dalam peran di keluarga dan masyarakat. Mudah lelah, adanya kecenderungan mudah capek serta, Ingatan berkurang.
f.        Data sosial ekonomi
Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Stroke mungkin dapat dirasakan sebagai masalah besar bagi keluarga, karena keadaan yang mengancam klien. Hampir semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga.
B.   Diagnosa keperawatan
1.      Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan TIK
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
3.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot oral dan fasial
4.      Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
5.      Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
6.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang akan dilakukan.
C.   Intervensi Keperawatan
1.      Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan TIK
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan perfusi jaringan otak dapat  tercapai secara optimal dengan
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual dan kejang, pupil isokor, reflek cahaya (+) dan TTV normal.
Intervensi :
a.        Kaji dan pantau TTV
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien
b.        Pantau tingkat kesadaran klien
Rasional : Mengetahui dan mengontrol perubahan kesadaran klien
c.         Berikan posisi kepala lebih tinggi  15 – 30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
Rasional : posisi kepala lebih tinggi memudahkan aliran darah ke otak
d.        Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengedan berlebihan
Rasional : batuk dan mengedan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra kranial
e.         Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyebab dan akibat dari peningkatan TIK
Rasional : Menambah pemahaman keluarga klien dan menurunkan kecemasan yang dialami keluarga.
f.          Ciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membuat klien beristrihat dengan nyaman.
g.        Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : Obat neoroprotektor
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan dengan
Kriteria hasil : mempertahankan posisi yang optimal, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami hemiparese.
Intervensi :                                 
·           Kaji kemampuan secara fungsional dan luasnya kerusakan awal dengan teratur.
Rasional : Mengetahui kerusakan yang terjadi pada gangguan mobilitas.
·           Ubah posisi minimal 2 jam sekali miring kanan -  miring kiri
Rasional : Mencegah dekubitus
·           Berikan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas secara teratur ROM ‘Range Of Motion’.
Rasional  : ROM dapat mencegah kontraktur dan kekakuan sendi pada persendian, serta meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot.
·           Berikan posisi yang nyaman, sesekali bantu klien untuk mengembangkan keseimbangan duduk dengan meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat tidur “Semi fowler”
Rasional : Posisi meninggikan kepala dapat membantu masalah kesulitan bernapas dan kardiovaskuler.
·           Kolaborasi pemberian obat relaksan otot, antipasmodik sesuai indikasi.
Rasional : obat relaksan otot dapat membantu melenturkan otot – otot yang kaku.
3.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot oral dan fasial
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan komunikasi verbal dapat teratasi, dengan
Kriteria hasil : menerima pesan – pesan melalui metode alternatif   seperti menulis, bahasa isyarat. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti, mampu berbicara dengan jelas.
Intervensi :
·           Kaji tipe disfungsi seperti klien tidak tampak memahami kata atau sulit berbicara.
Rasional : Mengetahui sejaih mana klien mengalami gangguan bicara
·           Bedakan antara afasia dan disatria
Rasional : Afasia adalah
Sedangkan disatria adalah
·           Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana seperti buka mata atau tunjuk pintu dengan kalimat yang sederhana.
Rasional :
·           Mintalah klien untuk mengucapkan suara sederhana seperti ‘Ah dan Pus’.
Rasional : Melatih klien berbicara agar gangguan bicara klien dapat di atasi dengan tepat.
·           Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis, berikan petunjuk visual (gerakan tangan)
Rasional : Komunikasi alternatif dapat mengatasi gangguan bicara klien sedikit demi sedikit.
·           Konsultasikan dengan ahli terapi bicara
Rasional : Terapi bicara dapat melatih klien untuk melatih gangguan bicara yang dialami oleh klien.
4.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret atau lendir dijalan napas.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive , diharapkan bersihan jalan napas  tidak efektif dapat teratasi, dengan
Kriteria hasil : Klien dapat bernapas dengan normal 16 – 25 x/m, klien tidak sesak napas, tidak ada sekret atau lendir.
Intervensi :
·         Kaji pola napas klien
Rasional : Mengetahui pola napas berupa frekuensi pernapasan, bunyi napas tambahan serta irama pernpasan.
·         Berikan posisi yang nyaman “Semi fowler”
Rasional : Posisi semi fowler dapat membantu mengatasi kesulitan bernapas dan membuat klien merasa nyaman.
·         Berikan terapi O2 sesuai indikasi
Rasional : Terapi O2 dapat memenuhi kebutuhan oksigen klien, agar klien tidak sesak napas.
5.      Hipertermi berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah di otak
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan klien tidak mengalami hipertermi dengan
Kriteria hasil : suhu tubuh 36 – 37,50 C, tubuh tidak hangat dan tidak berkeringat.
Intervensi :
·           Kaji Tanda – tand vital klien
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien
·           Berikan kompres hangat kepada klien
Rasional : Kompres hangat dapat menurunkan demam klien
·           Jika demam tidak turun berikan kompres alkohol pada lipatan tubuh klien seperti bagian axila klien
Rasional : Kompres alkohol dapat menurunkan suhu tubuh klien.
·           Kolaborasi pemberian obat anti piretik
Rasional : anti piretik dapat menurunkan suhu tubuh klien.
6.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan koping yang tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan keluarga klien tidak gelisah, tidak cemas, wajah rileks dan dapat memahami tentang penyakit serta pengobatan yang dilakukan.
Intervensi :
·           Kaji tingkat kecemasan keluarga.
Rasional : Mengetahui tingkat kecemasan yang di alami oleh keluarga terdekat seperti istri dan anak.
·           Beri dorongan kepada keluarga terdekat klien untuk mengungkapkan secara verbal
Rasional : Pengungkapan secara verbal dapat membuat keluarga klien merasa lega, rileks dan ansietas berkurang.
·           Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang pengobatan yang dilakukan.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga klien sehingga ansietas berkurang.
·           Sediakan pengalihan melalui tv, musik, game

D.   Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang telah di rencanakan.
E.    Evaluasi keperawatan
1.      Klien tidak mengalami nyeri kepala dan peninggkatan TIK serta kesadaran membaik.
2.      Klien dapat menggerakkan ektremitas atas dan bawah atau bagian sisi tubuh lainnya.
3.      Klien dapat berkomunikasi secara aktif
4.      Klien dapat bernapas dengan normal, tidak sesak napas lagi.
5.      Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh n ormal.
6.      Klien dapat memahami proses penyakit dan pengobatan yang akan dilakukan.
















Daftar Pustaka
1.      Corwin, J, Elizabeth,(2009), Buku saku patofiosilogi, EGC, Jakarta
2.     Doenges, Moorhouse & Geisser, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
3.     Wilkinson, M, Judith & Ahern, R, Nancy, (2011), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 9, EGC, Jakarta.
4.     Eny Kusyati, S.Kep, Ns dkk, (2006), Keterampilan Keperawatan dasar, Edisi revisi, EGC, Jakarta.
                                                        




Tidak ada komentar: