LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM
1.
KONSEP
DASAR MEDIS
A. DEFINISI.
v
Kejang demam atau febrile
convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229)
v
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat
suhu meningkat disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).
B. ETIOLOGI.
Bangkitan kejang pada bayi dan
anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media
akut, bronchitis, dan lainnya.
C. MANIFESTASI KLINIK.
Serangan kejang biasanya
terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM
Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang
demam sederhana, yaitu :
v
Umur anak ketika kejang antara
6 bulan dan 4 tahun
v
Kejang berlangsung tidak lebih
dari 15 menit
v
Kejang bersifat umum
v
Kejang timbul dalam 16 jam
pertamam setelah timbulnya demam
v
Pemeriksaan saraf sebelum dan
sesudah kejang normal
v
Pemeriksaan EEG yang dibuat
sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
v
Frekuensi kejang bangkitan
dalam satu tahun tidak melebihi empat kali
1.
Kejang
parsial ( fokal, lokal )
a.
Kejang
parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu,
dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda
– tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya
gerakan setipa kejang sama.
Tanda
atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala
somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari
udara, parestesia.
Gejala
psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b.
Kejang
parsial kompleks
Terdapat
gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
Dapat
mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan
bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
Dapat
tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2.
Kejang
umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a.
Kejang
absens
Gangguan
kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai
dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
Awitan
dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b.
Kejang
mioklonik
Kedutan
– kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara
mendadak.
Sering
terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan
keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya
berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan
kesadaran hanya sesaat.
c.
Kejang
tonik klonik
Diawali
dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas,
batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
Dapat
disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat
tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi,
konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d.
Kejang
atonik
Hilngnya
tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat
dan terjadi tanpa peringatan.
D. PATOFISIOLOGI.
Sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah oleh :
v
Perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraselular
v
Rangsangan yang datang
mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
v
Perubahan patofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
E. KOMPLIKASI
v
Aspirasi
v
Asfiksia
v
Retardasi
mental
F. PENATALAKSANAAN.
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang
perlu dikerjakan, yaitu :
v Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub
bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang
dalam keadaan kejang, maka :
1.
Segera diberikan diazepam
intravena ® dosis rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis £ 10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti ≥
10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit
dapat
diulang dengan cara/dosis yang sama
kejang berhenti
berikan dosis awal fenobarbital
dosis :
neonatus : 30 mg I.M
1 bulan – 1 tahun : 50 mg
I.M
> 1 tahun : 75
mg I.M
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan
dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
v Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat
serangan kejang adalah :
1.
Semua pakaian ketat dibuka
2.
Posisi kepala sebaiknya miring
untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.
Usahakan agar jalan napas
bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4.
Pengisapan lendir harus
dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
v Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi
2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada
hari berikutnya.
v Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius
bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan
lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan
faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.
B. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk
mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan
pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan
data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan
data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang
meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien
dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi
(yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu
berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa
catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi
:
v Data subyektif
1.
Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui
status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.
Riwayat Penyakit (Darto
Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga
yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya
demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya
mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita
dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar
diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal,
tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa
kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus
otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala
dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada
spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana
kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami
kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa
frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan
sesudah serangan
Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang,
misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang
menyertai
Apakah muntah, diare, truma
kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,
kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami
serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma
kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4.
Riwayat Kehamilan dan
Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per
trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.
Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan
atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan
lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
5.
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah
didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan
reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6.
Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan
perkembangan meliputi :
Personal sosial
(kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus :
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil
dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar :
berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
7.
Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang
menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor
turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8.
Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak
dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan
anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9.
Pola kebiasaan dan fungsi
kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan
selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini
meliputi :
Pola persepsi dan
tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan
dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada
setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap
penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila
ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan
kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan
yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai
dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan
frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau,
dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing.
BAB : ditanyakan
kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair
atau berlendir?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain
sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa
jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ?
Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur,
bagaimana dengan tidur siang ?
v Data Obyektif
1.
Pemeriksaan Umum (Corry S,
2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau
makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar
menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan,
distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi
protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan
asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa,
sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi
dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah
keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga,
kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan
nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping
hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus?
Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi
yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil
? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk,
pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk
dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah
retraksi
Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan
frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi
atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta
kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ?
Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik
kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana
keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau
paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema,
sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
v
Pemeriksaan
Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa
Darah : Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K,
Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan
UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik
hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta
penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.
Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan peningkatan mukosa
2.
Hipertermi berhubungan dengan
reaksi peradangan dan ketidakseimbangan termoregulatir
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia dan intake tidak adekuat.
4.
Resiko terjadinya kejang ulang
berhubungan dengan hiperthermi.
5.
Resiko terjadinya trauma fisik
berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
6.
Kurangnya pengetahuan keluarga
berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya
tentang penyakit anaknya.
D. PERENCANAAN
Perencanaan merupakan
keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan,
dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang
memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
Diagnosa Keperawatan : pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan peningkatan mukosa.
Tujuan : pernapasa
klien menunjukan pernapasan normal tanpa adanya tanda abnormalitas atau distres
pernapasan.
Kriteria hasil :
1. Pernapasan teratur.
2. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Rencana
Tindakan :
1. Kaji pola napas klien.
Rasional
: Adanya kegagalan pernapasan
menyertai hilangnya fungsi unit paru.
2.
Observasi adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional
: Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan adanya usaha untuk bernapas
3. Tinggikan kepala dengan menggunakan
bantal.
Rasional
: Meningkatkan
inspirasi maksimal untuk memperbaiki fungsi paru
4.
Longgarkan
pakaian yang ketat.
Rasional
: Memudahkan untuk
inspirasi sehingga
inspirasi maksimal dengan pengembangan paru yang maksimal pula.
5.
Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : oksigen dapat membantu kelancaran pernapasan
dan membantu proses difusi ke jaringan
.
.
Diagnosa Keperawatan : hipertermi berhubungan dengan reaksi
peradangan dan ketidak seimbangan thermoregulator.
Tujuan : suhu
dalam batas normal
Kriteria hasil :
1. Anak tidak demam lagi
2. Suhu tubuh klien normal
Rencana
Tindakan :
1. Kaji pertubahan tanda-tanda vital,
terutama suhu tubuh.
Rasional
: Suhu tubuh yang meningkat menandakan
adanya tanda infeksi pada tubuh
2.
Awasi
suhu tubuh, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil.
Rasional
: Suhu tubuh yang meningkat menandakan adanya tanda infeksi pada tubuh. Demam tinggi
sangat meningkatkan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
3.
Beri kompres hangat pada daerah dahi.
Rasional
: Peralihan perpindahan panas secara klonduksi dan membantu tubuh untuk
menyesuaikan terhadap panas
4.
Libatkan
keluarga dalam tindakan perawatan.
Rasional
: Keluarga dapat belajar cara perawatan anak sehingga klien dapat segera
melakukan tindakan jika terjadi kenaikan suhu tubuh yang tiba-tiba
5. Kolaborasi pemberian anti piretik
misalnya paracetamol.
Rasional
: Penggunaan obat sesuai indikasi membantu menurunkan panas tubuh
Diagnosa Keperawatan :Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia dan intake tidak adekuat.
Tujuan : perbandingan
antara berat badan dan tinggi badan anak normal.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada anoreksia
2. Porsi makan dihabiskan
3. Berat badan bertambah
Rencana
Tindakan :
1. Nilai ststus nutrisi anak.
Rasional
: untuk menilai diet dari anak
2.
Berikan
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kulaitas
intake nutrisi.
Rasional
: memberikan energi yang cukup bagi
klien
3.
Berikan
makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional
: mengurangi kerja dari usus dan lambung
4.
Pertahankan
kebersihan mulut.
Rasional
: untuk meningkatkan selera makan
5. Menjelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional
: menambah pengetahuan untuk wawasan mengenai nutrisi
6.
Timbang
berat badan
Rasional
: mengetahui perbandingan nutrisi yang
adekuat.
Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi kejang ulang berhubungan
dengan hipertermi.
Tujuan : Klien
tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil :
3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4. Suhu 36,5 – 37,5 ยบ C (bayi), 36 – 37,5 ยบ C (anak)
5. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
6. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
7. Kesadaran composmentis
Rencana
Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian
yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan
panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat
demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda
vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan
yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas
dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan
panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi trauma fisik berhubungan
dengan kurangnya koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi
trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi
kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional :
meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada
mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional
: membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot
volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional
: membantu menurunkan lokasi area
cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan
yang abnormal
Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga
sehubungan keterbataaan informasi.
Tujuan : Pengetahuan
keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria
hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami
dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap
tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat
tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri
banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik
keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas,
bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan
serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi
dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai
upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang
demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang
dapat menyebabkan kejang demam
E. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan
merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (
Santosa. NI, 1989;162 )
F. EVALUASI
Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
NO.
|
Diagnosa/Masalah
|
Evaluasi
|
1.
2
3.
4
.
5
6
.
|
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan peningkatan mukosa
Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan dan ketidak
seimbangan termoregulator
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan
intake tidak adekuat
Potensial kejang berulang berhu-bungan dengan hiperthermi.
Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina-si
otot.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
informasi.
|
pernapasa klien menunjukan pernapasan normal tanpa
adanya tanda abnormalitas atau distres pernapasan.
Kriteria hasil :
1.
Pernapasan teratur.
2.
Tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan
Tujuan :suhu dalam batas normal
Kriteria hasil :
1.
Anak tidak demam lagi
2.
Suhu tubuh klien normal
Tujuan : perbandingan antara
berat badan dan tinggi badan anak normal.
Kriteria hasil :
1.
Tidak ada anoreksia
2.
Porsi makan dihabiskan
Berat badan bertambah
Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam.
Kriteria :
-
Tidak terjadi serangan ulang
-
Suhu : 36 – 37,5 ยบ C
-
N : 100 – 110 kali/menit
-
Kesadaran : composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria :
-
Tidak terjadi traumas fisik
selama kejang.
-
Mempertahankan tindakan yang
mengontrol aktivitas kejang.
-
Mengidentifikasi tindakan
yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria :
-
Keluarga tidak sering
bertanya tentang penyakit anaknya.
-
Keluarga mampu
diikutserta-kan dalam proses perawatan.
-
Keluarga mentaati setiap
proses perawatan.
|