LAPORAN
PENDAHULUAN
HEMORAGIC
STROKE
I. Konsep
Dasar Medis
A. Definisi
Menurut WHO Task Force in
Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu gangguan disfungsi
neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi
secara mendadak atau setidak – tidaknya secara cepat dengan gejala dan tanda –
tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu. Stroke secara umum
merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung
24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak.
Stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Hemoragic
Stroke
2.
Non
Hemoragic Stroke
Stroke hemoragic merupakan
stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Otak
sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat
cepat. Perdarahan didalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehingga
menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma.
Perdarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Sedangkan non hemoragic stroke merupakan stroke yang menyebabkan iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat baru
bangun tidur atau di pagi hari yang tidak terjadi perdarahan pada otak.
B. Etiologi
Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan
dinding arteri sampai pecah.
1.
Thrombosis
Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menyebabkan oedema dan
kongesti disekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur karena terjadi penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Beberapa
dibawah ini yang dapat menimbulkan thrombosis :
·
Atherosklerosis.
Keadaan mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah.
·
Hypercoagulasi
pada polysitemia. Darah bertambah kental, peningakatan viskositas / hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
2.
Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik. Beberapa dibawah ini yang dapat
menimbulkan emboli :
·
Katup –
katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
·
Myokard
infark
·
Fibrilasi
·
Endokarditis
oleh bakteri dan non bakteri meyebabkan terjadinya gumpalan – gumpalan pada
endocardium.
3.
Haemoraghi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarahnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena hipertensi akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenki otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infark otak, dan oedema.
4.
Hypoksia
umum
5.
Hypoksia
setempat
C. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran
darah otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri – arteri yang membentuk
sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau
semua cabang – cabangnya. Apabila aliran darah kejaringan otak terputus selama
15 – 20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi,
dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungki terdapat sirkulasi kolateral
yang memadai didaerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti ateroskelorosis dan trombosis atau robeknya
dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah misalnya syok ayau hiperviskositas darah, gangguan
aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur
vaskular dalam jaringan otak.
D. Manifestasi
klinik
· Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis,
koma)
· Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
· Kesulitan menelan
· Kesulitan menulis atau membaca
· Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun
tidur, membungkuk, batuk, atau kadang – kadang terjadi secara tiba – tiba.
· Kehilangan koordinasi dan keseimbangan.
· Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh,
seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh atau penurunan
keterampilan motorik.
· Mual dan muntah.
· Kejang
· Sensasi perubahan biasanya terjadi pada satu sisi
tubuh seperti penurunan sensasi, baal, atau kesemutan.
· Kelemahan pada satu sisi bagian tubuh.
E.
Komplikasi
· TIK meningkat
· Aspirasi
· Kontraktur
· Atelektasis
· Disritmia jantung
· Malnutrisi serta gagal napas
F. Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Pemeriksaan
radiologi
a.
CT – Scan
: Terdapat hiperdens fokal, kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
b.
MRI :
Menunjukkan area yang mengalami hemoragik
c.
Angiografi
: Mencari sumber perdarahan seperti aneurisme atau malformasi vaskuler.
d.
Pemeriksaan
foto thoraks : Memperlihatkan keadaan jantung, apakah ada pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2.
Pemeriksaan
laboratorium
a.
Fungsi
lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal sewaktu hari pertama.
b.
Pemeriksaan
darah rutin : hemoglobin, hematokrit, WBC.
c.
Pemeriksaan
kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur turun kembali.
d.
Pemeriksaan
darah lengkap : mencari kelainan pada darah.
G.
Penalataksanaan
/ Pengobatan
a.
Lakukan
penalataksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra – terapi dengan
pemberian lidokain 1- 2 mg / kg / IV untuk menjaga adanya peningkatan TIK.
b.
Lakukan
hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25 – 30 mmHg
c.
Pertimbangkan
pemberian manitol 1- 2 mg/ kg / IV.
d.
Pertimbangkan
dexametason 100 – 200 mg / IV
e.
Pemantauan
TIK secara non invasif.
f.
Dekompresi
secara bedah berdasarkan pemeriksaan CT – Scan.
Terapi umum :
a.
Menstabilkan
TTV
b.
Deteksi
dan memperbaiki aritmia jantung.
c.
Merawat
kandung kemih dengan memasang kateter
d.
Menempatkan
klien dengan posisi yang nyaman dengan mengubah posisi tiap 2 jam dan
memberikan latihan gerakan pasif untuk mencegah kontraktur pada bahu, siku dan
mata kaki).
Terapi khusus :
a.
Pentoxifilin
· Sebagai anti agregasi untuk menghancurkan thrombus.
· Meningkatkan deformalitas eritrosit
· Memperbaiki sirkulasi intraserebral
b.
Neuroprotektan
:
a.
Piracetam
: menstabilkan membrane sel neuron (Neotropil), dengan meningkatkan sintesis
glikogen.
Terapi medis :
a.
Neuroproteksi
berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Berkerja dengan menurunkan
aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel – sel neuron.
b.
Antikoagulasi
untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik.
c.
Trombolosis
intravena
Untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasmonogen jaringan
bentuk rekombinan.
d.
Trombolosis
intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut.
II. Konsep
Keperawatan
A. Pengkajian
Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a.
Pengkajian
awal
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal masuk RS, No RM, dan diagnosa medis.
b.
Pengkajian
data dasar
1.
Riwayat
kesehatan dahulu
Riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes mellitus. Klien
mengalami stres dan kadang pernah mengalami stroke.
2.
Riwayat
kesehatan sekarang
Terjadi secara mendadak dan adanya perubahan tingkat kesadaran. Di awali
gangguan penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, lupa ingatan sementara dan
kaku leher.
Klien mengeluh adanya perubahan mental emosi yang labil, mudah marah dan
disorientasi. Gangguan berbicara, kesemutan, tangan terasa lemah dan tidak
dapat di gerakkan.
3.
Riwayat
kesehatan keluarga
Anggota keluarga ada yang menderita hipertensi, jantung atau diabetes
mellitus.
Kelainan pembuluh darah, seperti artera vehol, malformasi, asma
bronchial dan penyakit paru.
c.
Data
fokus :
1.
Keadaan
umum : klien dalam keadaan lemah
2.
Tingkat
kesadaran : samnolent
3.
Primary
survey :
·
A (Airway)
: jalan napas tidak paten, ada
sumbatan dijalan napas berupa lendir atau sekret
·
B
(Breathing) : klien sesak napas dengan
frekuensi pernapasan 30 x / menit.
·
C
(Circulation) : Nadi teraba sangat kuat dengan frekuensi nadi 102 x / menit.
·
D
(Dissability) : tingkat kesadaran
samnolent. GCS = E1 M3 V1 = 5.
4.
Secondary
primer :
·
Kepala : Bentuk normochepal,
rambut hitam, penyebaran merata, tidak mudah tercabut, tidak ada massa atau
lesi. Terdapat nyeri pada kepala.
·
Wajah : Tidak ada edema
·
Mata : Simetris, tidak ikterus, tidak
anemia, pupil isokor.
·
Hidung : Simetris, tidak ada lesi atau
sekret.
·
Telinga : Simetris, daun telinga bersih,
tidak ada nyeri. Tidak ada
sekret.
·
Mulut : mukosa bibir lembab, Tidak ada
lesi / perdarahan.
·
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
·
Dada : Bentuk dada simetris, tidak ada
pengunaan otot diafragma. Irama napas reguler. Bunyi napas ronchi.
·
Jantung : Kesan murni terdengar bunyi lup dup
(S1 dan S2)
·
Abdomen : Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada pembesaran abdomen. Tidak ada pembesaran hati dan lien.
·
Ektremitas
: Ektremitas atas dan bawah tidak ada atrofi atau hipertrofi. Tidak ada udem.
Refleks Biseps (+), Triseps (+), Patella (+), Achilles (+), Babinski (+), pada
ektremitas atas terdapat flexi abnormal.
d.
Data fisik
biologis
1.
Aktivitas
/ Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis.
Tanda : gangguan tonus otot (Flaksid, spastis), paralistik (hemiplegia),
dan terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan tingkat kesadaran menurun.
2.
Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung, riwayat hipotensi postural.
Tanda : hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG.
3.
Integritas
Ego
Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : emosi yang stabil, ketidak siapan untuk marah, sedih, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
4.
Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
5.
Makanan /
cairan
Gejala : Nafsu makan hilang, mual, muntah, selama fase akut, kehilangan
sensasi, disfagia, adanya riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Kesulitan menelan
6.
Neurosensori
Gejala : sinkope / pusing, sakit kepala karena perdarahan intraserebral,
kelemahan, penglihatan kabur, kehilangan daya ingat.
Tanda : status mental kesadaran menurun, penurunan memory, gangguan
pendengaran, kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat klien ingin
menggerakkan (apraksia), ukuran pupil tidak sama dilatasi atau miosis pupil
ipsilateral.
7.
Nyeri /
kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda – beda (karena arteri
karotis terkena)
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah.
8.
Pernapasan
Gejala : Sesak napas (riwayat perokok aktif)
Tanda : ketidak mampuan menelan, batuk, hambatan jalan napas, sulit
bernapas.
9.
Keamanan
Tanda : Motorik / sensorik adalah masalah dengan penglihatan. Perubahan
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh. Kesulitan untuk melihat objek dari
sisi kanan dan kiri, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak
mampu mengenai objek. Warna kata, dan wajah yang pernah di kenalinya. Gangguan
merespon terhadap suhu panas dan dingin
10. Interaksi sosial
Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
e.
Data
psikologis
Dampak dari masalah terhadap psikologi klien seperti emosi, perasaan,
konsep diri, daya pikir, kreatifitas. Klien mengalami hemiparesis kiri maupun
hemiparesis kiri atau kanan serta mengalami gangguan fisik sehingga klien mampu
memperlihatkan dampak dari masalah fisiknya terhadap psikologis seperti mudah
tersinggung akibat ketidakmampuannya beraktivitas. Takut karena klein berada
pada situasi yang mengancam dimana suatu waktu maut dapat menjemputnya. Cemas,
terjadi sebagai respon dari rasa takut akan terjadinya kehilangan sesuatu yang
bernilai bagi dirinya. Marah, karena perasaan jengkel, karena berkurangnya kemampuan
klien dalam peran di keluarga dan masyarakat. Mudah lelah, adanya kecenderungan
mudah capek serta, Ingatan berkurang.
f.
Data
sosial ekonomi
Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Stroke
mungkin dapat dirasakan sebagai masalah besar bagi keluarga, karena keadaan
yang mengancam klien. Hampir semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga.
B. Diagnosa
keperawatan
1.
Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan TIK
2.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
3.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot oral dan fasial
4.
Resiko
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan
menelan
5.
Kecemasan
berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
6.
Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang proses penyakit dan
pengobatan yang akan dilakukan.
C. Intervensi
Keperawatan
1.
Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan TIK
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara
optimal dengan
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual dan kejang, pupil isokor, reflek cahaya (+) dan TTV normal.
Intervensi :
a.
Kaji dan
pantau TTV
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien
b.
Pantau
tingkat kesadaran klien
Rasional : Mengetahui dan mengontrol perubahan kesadaran klien
c.
Berikan
posisi kepala lebih tinggi 15 – 30
dengan letak jantung (beri bantal tipis)
Rasional : posisi kepala lebih tinggi memudahkan aliran darah ke otak
d.
Anjurkan
klien untuk menghindari batuk dan mengedan berlebihan
Rasional : batuk dan mengedan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra
kranial
e.
Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyebab dan akibat dari
peningkatan TIK
Rasional : Menambah pemahaman keluarga klien dan menurunkan kecemasan
yang dialami keluarga.
f.
Ciptakan
lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membuat klien beristrihat dengan
nyaman.
g.
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : Obat neoroprotektor
2.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan dengan
Kriteria hasil : mempertahankan posisi yang optimal, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami hemiparese.
Intervensi :
·
Kaji
kemampuan secara fungsional dan luasnya kerusakan awal dengan teratur.
Rasional : Mengetahui kerusakan yang terjadi pada gangguan mobilitas.
·
Ubah
posisi minimal 2 jam sekali miring kanan -
miring kiri
Rasional : Mencegah dekubitus
·
Berikan
latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas secara teratur ROM
‘Range Of Motion’.
Rasional : ROM dapat mencegah
kontraktur dan kekakuan sendi pada persendian, serta meningkatkan kekuatan dan
kelenturan otot.
·
Berikan
posisi yang nyaman, sesekali bantu klien untuk mengembangkan keseimbangan duduk
dengan meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat
tidur “Semi fowler”
Rasional : Posisi meninggikan kepala dapat membantu masalah kesulitan
bernapas dan kardiovaskuler.
·
Kolaborasi
pemberian obat relaksan otot, antipasmodik sesuai indikasi.
Rasional : obat relaksan otot dapat membantu melenturkan otot – otot
yang kaku.
3.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot oral dan fasial
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
kerusakan komunikasi verbal dapat teratasi, dengan
Kriteria hasil : menerima pesan – pesan melalui metode alternatif seperti menulis, bahasa isyarat.
Meningkatkan kemampuan untuk mengerti, mampu berbicara dengan jelas.
Intervensi :
·
Kaji tipe disfungsi
seperti klien tidak tampak memahami kata atau sulit berbicara.
Rasional : Mengetahui sejaih mana klien mengalami gangguan bicara
·
Bedakan
antara afasia dan disatria
Rasional : Afasia adalah
Sedangkan disatria adalah
·
Mintalah
klien untuk mengikuti perintah sederhana seperti buka mata atau tunjuk pintu
dengan kalimat yang sederhana.
Rasional :
·
Mintalah
klien untuk mengucapkan suara sederhana seperti ‘Ah dan Pus’.
Rasional : Melatih klien berbicara agar gangguan bicara klien dapat di
atasi dengan tepat.
·
Berikan
metode komunikasi alternatif seperti menulis, berikan petunjuk visual (gerakan
tangan)
Rasional : Komunikasi alternatif dapat mengatasi gangguan bicara klien
sedikit demi sedikit.
·
Konsultasikan
dengan ahli terapi bicara
Rasional : Terapi bicara dapat melatih klien untuk melatih gangguan
bicara yang dialami oleh klien.
4.
Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret atau lendir
dijalan napas.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive , diharapkan bersihan
jalan napas tidak efektif dapat
teratasi, dengan
Kriteria hasil : Klien dapat bernapas dengan normal 16 – 25 x/m, klien
tidak sesak napas, tidak ada sekret atau lendir.
Intervensi :
·
Kaji pola
napas klien
Rasional : Mengetahui pola napas berupa frekuensi pernapasan, bunyi
napas tambahan serta irama pernpasan.
·
Berikan
posisi yang nyaman “Semi fowler”
Rasional : Posisi semi fowler dapat membantu mengatasi kesulitan
bernapas dan membuat klien merasa nyaman.
·
Berikan
terapi O2 sesuai indikasi
Rasional : Terapi O2 dapat memenuhi kebutuhan oksigen klien, agar klien
tidak sesak napas.
5.
Hipertermi
berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah di otak
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan klien tidak
mengalami hipertermi dengan
Kriteria hasil : suhu tubuh 36 – 37,50 C, tubuh tidak hangat
dan tidak berkeringat.
Intervensi :
·
Kaji Tanda
– tand vital klien
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien
·
Berikan
kompres hangat kepada klien
Rasional : Kompres hangat dapat menurunkan demam klien
·
Jika demam
tidak turun berikan kompres alkohol pada lipatan tubuh klien seperti bagian
axila klien
Rasional : Kompres alkohol dapat menurunkan suhu tubuh klien.
·
Kolaborasi
pemberian obat anti piretik
Rasional : anti piretik dapat menurunkan suhu tubuh klien.
6.
Kecemasan
keluarga berhubungan dengan koping yang tidak efektif
Tujuan
: Setelah dilakukan perawatan intensive, diharapkan keluarga klien tidak
gelisah, tidak cemas, wajah rileks dan dapat memahami tentang penyakit serta
pengobatan yang dilakukan.
Intervensi
:
·
Kaji
tingkat kecemasan keluarga.
Rasional
: Mengetahui tingkat kecemasan yang di alami oleh keluarga terdekat seperti
istri dan anak.
·
Beri
dorongan kepada keluarga terdekat klien untuk mengungkapkan secara verbal
Rasional
: Pengungkapan secara verbal dapat membuat keluarga klien merasa lega, rileks
dan ansietas berkurang.
·
Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang pengobatan yang dilakukan.
Rasional
: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga klien sehingga ansietas
berkurang.
·
Sediakan
pengalihan melalui tv, musik, game
D. Implementasi
keperawatan
Implementasi
dilakukan sesuai intervensi yang telah di rencanakan.
E. Evaluasi
keperawatan
1.
Klien
tidak mengalami nyeri kepala dan peninggkatan TIK serta kesadaran membaik.
2.
Klien
dapat menggerakkan ektremitas atas dan bawah atau bagian sisi tubuh lainnya.
3.
Klien
dapat berkomunikasi secara aktif
4.
Klien
dapat bernapas dengan normal, tidak sesak napas lagi.
5.
Klien
tidak mengalami demam, suhu tubuh n ormal.
6.
Klien
dapat memahami proses penyakit dan pengobatan yang akan dilakukan.
Daftar
Pustaka
1.
Corwin, J,
Elizabeth,(2009), Buku saku
patofiosilogi, EGC, Jakarta
2.
Doenges,
Moorhouse & Geisser, (1999), Rencana
Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
3.
Wilkinson,
M, Judith & Ahern, R, Nancy, (2011), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi
9, EGC, Jakarta.
4.
Eny
Kusyati, S.Kep, Ns dkk, (2006), Keterampilan Keperawatan dasar, Edisi revisi,
EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar